Saturday, August 15, 2009

Soal Karakter Terlupakan; Perhatikan Visi Kelautan dalam Pendidikan

Jakarta, Kompas - Pengalaman pendidikan perwira pascaperang kemerdekaan di Belanda yang dijalani ratusan teruna meninggalkan pesan yang masih relevan untuk bangsa ini, antara lain, pembentukan karakter dan memerhatikan visi kelautan dalam pendidikan kehidupan bangsa.

Demikian diungkapkan Laksamana Pertama TNI (Purn) Eddy Tumengkol, Ketua Tim Penulis buku Dan Toch Maar terbitan Penerbit Buku Kompas yang diluncurkan di Jakarta, Jumat (14/8). Buku yang sebelumnya diterbitkan di Belanda pada Juni lalu merangkum pengalaman kolektif kadet Angkatan Laut Indonesia yang menjalani pendidikan di Koninklijk Instituut Voor de Marine (KIM) atau lembaga pendidikan tertinggi dari Angkatan Laut Belanda.

Eddy menjelaskan Dan Toch Maar dalam bahasa Belanda bisa diartikan ’maju terus’. Semangat itu untuk menggambarkan tekad tentara Indonesia yang menjalani pendidikan militer di negeri penjajah sebagai salah satu hasil keputusan dari Konferensi Meja Bundar tahun 1949.

”Kami mengalami perpeloncoan, tetapi bukan dalam artian pelampiasan rasa dendam dari senior kepada yunior yang membabi buta. Dalam pendidikan yang dijalani itu, pembentukan karakter para teruna menjadi persoalan paling utama,” ujar Eddy Tumengkol.

Kembali ke visi kelautan

Penulisan buku itu juga dimaksudkan untuk kembali mengingatkan bangsa ini agar kembali kepada visi kelautan. Indonesia mesti menjadikan laut sebagai hal yang penting dalam pembangunan. Penekanan kembali visi kelautan yang paling efektif antara lain melalui pendidikan.

Saleh A Djamhari, sejarawan yang selama 30 tahun meneliti sejarah TNI, mengatakan, cerita mengenai teruna yang menjalani pendidikan perwira di KIM itu tidak banyak diungkap.

”Mereka susah payah menjalani pendidikan, tetapi saat kembali ke Tanah Air justru dianggap antek-antek Belanda. Ceritanya bukan dari sumber-sumber tertulis, tetapi dari cerita lisan para pelaku. Buku sejarah model ini sangat menarik dan berguna,” kata Saleh.

Jaleswari Pramodhawardani dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mengatakan bahwa kekuatan tentara tidak hanya pada teknologi militer. Yang penting justru pada kekuatan karakter tentara. ”Namun, kerusakan karakter itu terjadi jika tentara sudah masuk politik dan bisnis,” ujar Jaleswari.

No comments:

Post a Comment