Wednesday, August 19, 2009

Mimpi Besar Indonesia

Peneliti senior Soegeng Sarjadi Syndicate, Sukardi Rinakit, di Jakarta menegaskan, hingga 64 tahun usia kemerdekaannya, Indonesia belum memiliki mimpi besar yang mampu mengarahkan bangsa menuju kejayaannya.

Menurut dia, mimpi besar itulah yang akan menyemangati anak bangsa untuk menjadi bangsa yang unggul dan setara dengan bangsa-bangsa lain.

Generasi pada tahun 1928 memiliki mimpi besar adanya persatuan dalam satu nusa, satu bangsa, dan satu bahasa, Indonesia. Sedangkan generasi era 1945 bercita-cita mewujudkan kemerdekaan bangsa. ”Semua mimpi itu terwujud. Tetapi, apakah mimpi kita kini sebagai bangsa merdeka? Tanpa mimpi besar, kita tidak akan bergerak ke mana-mana,” ujarnya.

Menurut Sukardi, India dan China memiliki cita-cita besar untuk mengalahkan Amerika Serikat. India berkeinginan kuat menjadi negara penguasa peranti lunak (software) komputer pada tahun 2020 dan China berminat menguasai industri perangkat keras (hardware) komputer.

Dengan luas laut yang mencapai dua pertiga wilayahnya, Indonesia memiliki potensi besar menjadi negara yang menguasai industri maritim dunia. Namun, upaya mewujudkan cita-cita itu masih jauh karena paradigma pembangunan Indonesia masih bertumpu pada daratan.

Untuk mewujudkan mimpi besar dan perubahan atas paradigma pembangunan, program kebijakan yang dibuat pemerintah, khususnya pendidikan, harus diarahkan agar mampu berkompetisi dengan negara-negara lain. Penguasaan atas nanoteknologi, bioteknologi, teknik informasi, dan neurosains menjadi sebuah kemutlakan.

Masih retorika

Sayangnya, lanjut Sukardi, kesadaran bangsa Indonesia akan mimpi besar dan perubahan paradigma pembangunan belum terwujud. Upaya penanggulangan kemiskinan dan kebodohan sebagai persoalan mendasar bangsa hingga kini masih sebatas retorika. Pola pendidikan yang dibangun justru mewujudkan kastanisasi pendidikan dan mempersempit peluang generasi-generasi cerdas yang tak mampu secara ekonomi untuk berkontribusi besar membangun bangsa.

”SBY yang terpilih kembali harus bisa menginspirasi bangsa Indonesia agar memiliki mimpi besar bersama yang menjadi arah bangsa. Karena itu, pembangunan karakter nasional dan pendidikan yang sejajar menjadi keharusan,” katanya.

Secara terpisah, Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat mengatakan, pemerintah ke depan harus menentukan skala prioritas untuk menyelesaikan berbagai persoalan bangsa.

Dalam bidang politik, konsolidasi ke-Indonesia-an harus segera dilakukan. Ciri Indonesia sebagai bangsa yang plural semakin memudar. Semangat kedaerahan semakin menguat dan interaksi antarbudaya suku-suku bangsa juga semakin melemah. Kondisi itu membuat pembangunan yang tidak merata terus berkelanjutan dan semakin memperlebar jurang antara daerah yang unggul dan daerah yang terbelakang.

Revitalisasi Pancasila

Menurut Komaruddin, revitalisasi nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi bangsa juga harus dilakukan. Namun, penanaman ideologi itu tidak boleh menggunakan cara-cara indoktrinasi seperti di era Orde Baru, tetapi dengan melibatkan partisipasi masyarakat secara aktif.

”Presiden ke depan harus bisa meneruskan pembangunan bangsa (nation building) sebagai kelanjutan apa yang sudah dibangun Soekarno dan menjadi economic and market builder (pembangun ekonomi dan pasar) seperti yang telah dilakukan oleh Soeharto,” katanya.

Komaruddin menambahkan, demokratisasi juga harus diperkuat agar tak menimbulkan benturan atau melemahkan kohesi nasional. Namun, katanya, hal itu dapat dilakukan jika diimbangi dengan pembangunan ekonomi yang baik, supremasi hukum, serta pendidikan yang berkualitas.

No comments:

Post a Comment